Siapa sangka, sebuah video pendek yang saya unggah di TikTok mampu memantik perbincangan luas? Kontennya sederhana: memperlihatkan kerak yang menumpuk di dalam pipa pembangkit listrik geothermal di Dieng. Dalam keterangan video, saya hanya menulis:
“Fouling di pipa-pipa pembangkit listrik geothermal menghambat laju aliran fluida. Apakah ini silika? Bagaimana cara mengatasinya? Yuk, kita bahas.”
Tidak ada jawaban, hanya pertanyaan. Dan justru dari situlah percikan diskusi muncul.
Mengajak Orang Berpikir
Sebagai dosen Teknik Mesin di Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA), saya terbiasa berdiskusi di kelas. Namun kali ini, ruangnya saya pindahkan ke TikTok, platform yang lebih sering diasosiasikan dengan hiburan singkat.
Responsnya mengejutkan. Ratusan komentar masuk, mulai dari solusi teknis seperti chemical cleaning menggunakan HCl dan soda kaustik, mechanical descaling dengan pigging dan hydrojetting, hingga pembahasan tentang perbedaan brine dan steam. Ada juga analogi unik yang menyamakan kerak pipa dengan kolesterol di pembuluh darah.
Beberapa komentar bernada humor:
- “Saya cuma tukang cilok, Pak. Gak ngerti geothermal.”
 - “Panggil tukang WC aja, pasti beres.”
 - “Kirain dikasih solusi, eh malah disuruh mikir.”
 
Saya justru senang, karena memang tujuannya adalah mengajak berpikir bersama.
Bukan Sekadar Viral
Ada yang bertanya, mengapa saya tidak langsung memberi jawaban, padahal saya dosen? Alasannya sederhana: jawaban instan tanpa proses berpikir akan membuat orang bergantung.
Bagi saya, pendidikan sejati terletak pada proses bertanya dan berpikir kritis. Bertanya adalah bentuk penghormatan terhadap akal sehat dan nalar publik. Menariknya, banyak orang ternyata siap menyambut tantangan berpikir tersebut.
Membawa Ilmu ke Ruang Publik
Saya meyakini bahwa ilmu teknik tidak seharusnya eksklusif hanya untuk ruang kuliah atau jurnal. Ia perlu dibawa ke masyarakat dengan bahasa yang mudah dipahami, melalui medium yang mereka akrabi.
Video TikTok ini hanyalah salah satu eksperimen untuk melihat bagaimana sains dan teknologi bisa hidup di ekosistem media sosial. Hasilnya? Audiens bisa datang dari arah tak terduga — bahkan dari lini masa yang biasanya berisi tarian dan lelucon.
Catatan Penting
Bagi saya, pengalaman ini menjadi pengingat bahwa:
- Bertanya bukan tanda ketidaktahuan, melainkan undangan untuk berpikir bersama.
 - Media sosial bisa menjadi mitra pembelajaran jika digunakan dengan niat yang tepat.
 - Ilmu teknik harus berdampak bagi publik, bukan hanya untuk publikasi ilmiah.
 
Terima kasih untuk semua komentar, baik yang serius maupun yang jenaka. Dari beragam respons itulah saya semakin yakin, berbagi ilmu bukan soal siapa yang paling pintar, tetapi siapa yang mau membuka ruang dialog.
Dapatkan versi videonya di Youtube berikut:
Sumber: muji.blog.unimma.ac.id
